Senin, 30 Juni 2008

Intelektual Publik (5)

Otoritas dan Reference
OTORITAS diperlukan agar seseorang menjadi rujukan publik untuk isu-isu tertentu. Seseorang menajdi intelektual publik, jika publik secara otomatis mengaitkan isu tertentu dengan namanya.
Misalnya, ketika ada persoalan ekonomi, tiba-tiba publik teringat kepada Faisal Basri. Ketika ada isu lingkungan hidup, publik tiba-tiba ingat nama Otto Soemarwoto, dst. Maka Faisal Basri dan Otto telah menjadi rujukan publik untuk isu terkait.
Seseorang menjadi rujukan publik karena dia sering menulis satu bidang yang menjadi spesialisasinya, selama bertahun-tahun.
Karena itu, sekali lagi, menulislah apa yang menjadi otoritas Anda. Jangan menulis banyak hal, karena menulis seperti ini akan menjadikan Anda lebih sebagai intelektual selebriti. Mungkin nama Anda sering muncul, tapi publik semakin mengetahui betapa pengetahuan Anda ternyata dangkal (the more public he is, the less intellectual).
Nah...kalau pun Anda sudah mulai fokus pada otoritas, perhatikan pula frekuensi kemunculan Anda di media massa. Jangan terlalu sering. Dua bulan sekali di media massa yang sama sudah cukup.
Beberapa koran, seperi Kompas di antaranya, membatasi kemunculan tulisan dari seseorang yang sama, selama dua minggu.
Karena itu, beberapa media mengharuskan penulsi pemula untuk menyertakan CV ringkas. Tujuannya untuk mengetahui keterkaitan latar belakang si penulis dengan tulisannya.
Seseorang yang menulis di luar otoritasnya, maka tulisan itu dikategorikan sebagai surat pembaca saja.***(bersambung...)

Tidak ada komentar: